GAASS Menilai Perbaikan Jembatan Gantung Putus Di Lesung Batu Hanya Sebatas Retorika. Diduga Dikomersialkan.

 

 

Muratara, Muratarabicara.com –Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Selatan (GAASS) Musi Rawas Utara menuntut Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara menghentikan komersialisasi akses publik dengan pengenalan biaya ketek atau pompong kepada warga.

Karena masyarakat menilai putusnya jembatan tersebut saat ini diduga di komersialkan pemerintah dengan adanya pengenaan biaya ketek atau pomping.

Untuk itu masyarakat menuntut kepada Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara untuk segera memperbaiki jembatan tersebut, mengingat jembatan gantung yang putus di hantam banjir satu tahun yang lalu di Desa Lesung Batu, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara belum juga di perbaiki.

GAASS juga menuntut kepada pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara untuk segera memberikan solusi mobilisasi gratis bagi masyarakat yang terdampak. Kemudian buka informasi terkait anggaran dan realisasi pembangunan jembatan serta prioritaskan pembangunan jembatan sebagai kebutuhan mendesak masyarakat.

Demikian disampaikan koordinator GASS perwakilan Kabupaten Musi Rawas Utara, Rizki Putra Rahman, melalui press release kepada awak media, Sabtu (5/4/2025).

Dikatakannya satu tahun sudah berlalu sejak jembatan gantung di Desa Lesung Batu, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara, putus akibat banjir.

Janji-janji pemerintah daerah untuk memberikan solusi cepat masih sebatas retorika tanpa realisasi nyata. Lebih buruk lagi, akses transportasi yang sebelumnya gratis kini malah dikomersilkan melalui penyewaan ketek/pompong, membebani masyarakat yang bergantung pada akses tersebut untuk aktivitas sehari-hari.

“Kondisi ini diduga adalah bentuk kelalaian pemerintah daerah dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada masyarakat,”tegasnya.

Ditambahkannya saat jembatan ini putus, Bupati Musi Rawas Utara, H Devi Suhartoni, menegaskan bahwa jembatan gantung merupakan akses vital bagi masyarakat, baik untuk keperluan sekolah, ekonomi, maupun mobilitas harian. Namun, faktanya, satu tahun setelahnya, solusi yang dijanjikan tidak kunjung terwujud. Sebaliknya, masyarakat justru dipaksa membayar untuk sesuatu yang seharusnya menjadi hak mereka.

Ia juga mengkritik keras sikap pemerintah daerah yang dinilai tidak transparan dalam menangani persoalan ini.

“Kami mempertanyakan, ke mana anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur ini? Mengapa dalam satu tahun belum ada kejelasan terkait pembangunan kembali jembatan ini? Kenapa warga dibiarkan menderita tanpa solusi nyata? Apakah tidak melihat adanya komersialisasi akses untuk warga,” tambahnya.

 

Dia menambahkan sebenarnya kita bisa maklumi jika ada proses administrasi dan teknis dalam pembangunan, tetapi membiarkan akses publik ini dikomersialkan adalah bentuk pembiaran yang tidak bisa diterima. Jika memang pembangunan membutuhkan waktu, setidaknya pemerintah bisa memberikan alternatif mobilisasi gratis bagi masyarakat. Ini bukan soal ekonomi semata, tetapi soal hak dasar warga.

Dia menegaskan apabila dalam kurun waktu 7 hari ke depan tidak ada kejelasan dari pihak pemerintah, maka GAASS bersama elemen pemuda dan masyarakat lainnya akan membawa isu ini ke tingkat yang lebih luas.

“Kami siap menggalang dukungan lebih luas, mengadakan aksi nyata, dan menggandeng berbagai pihak untuk menuntut kejelasan dari pemerintah. Jika dalam waktu 7 hari tidak ada tindakan konkret, kami akan bawa isu ini ke tingkat provinsi hingga nasional!” pungkasnya.

“Sudah dikonfirmasi dengan Ketua Umum GAASS, Andi Leo bahwasanya Gerakan Pemuda Mahasiswa SUMSEL (GAASS) akan menyiapkan kajian dan laporan investigasi isu jembatan ini sekaligus kajian tindak lanjut terkait pemeriksaan Fauzi Amro mengenai aliran dana CSR Bank Indonesia yang diduga disalahgunakan. Bersamaan isu ini, kami akan coba audiensikan kepada pihak terkait di Pusat.” Tambah Arizki.

Masyarakat berhak mendapatkan akses yang layak dan tidak boleh dibiarkan menjadi korban komersialisasi oleh oknum-oknum yang mencari keuntungan di atas penderitaan rakyat. (**)

Komentar