Tangani Demo. Brimob Sumsel Gunakan Cara Humanis dan Kolaboratif.

 

Muratara, Muratarabicara.com –Satuan Brimob Polda Sumatera Selatan, terkhusus Batalyon B Pelopor, Brimob Sumsel membuat terobosan baru dalam rangka mengatasi masalah unjuk rasa.

Apa itu? Satuan Brimob Polda Sumatera Selatan melalui Batalyon B Pelopor, Brimob Sumsel resmi mengimplementasikan model baru penanganan aksi unjuk rasa yang berpotensi menutup jalan negara.

Caranya dengan pendekatan humanis, kolaboratif, dan berbasis SOP yang akuntabel.

Program ini muncul sebagai jawaban atas meningkatnya tensi aksi massa dalam tiga tahun terakhir, khususnya di wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara, yang tercatat mengalami sedikitnya lima kejadian penutupan jalan negara oleh kelompok masyarakat yang tengah menyampaikan aspirasi.

Situasi tersebut tidak hanya berdampak pada keamanan, tetapi juga mencerminkan adanya jarak komunikasi antara masyarakat dan pemangku kebijakan.

Selama ini, pola penanganan kerumunan kerap dipersepsikan publik sebagai tindakan represif. Hal ini terjadi karena belum adanya mekanisme negosiasi, komunikasi publik, dan SOP khusus yang mengatur secara rinci pola respons terhadap aksi massa yang memblokir ruas jalan nasional.

Melalui proyek perubahan berjudul “Strategi Kepemimpinan Brimob dalam Penanganan Unjuk Rasa Menutup Jalan Negara melalui Tata Kelola Humanis dan Kolaboratif”, Brimob Polda Sumsel kini memperkenalkan paradigma baru. Pendekatan ini menekankan bahwa keamanan bukan hanya soal stabilitas situasi lapangan, tetapi juga bagaimana menjaga martabat, hak asasi, serta ruang demokrasi masyarakat.

Implementasi program ini ditandai melalui lahirnya SOP baru berbasis HAM, pembentukan forum kolaborasi lintas instansi, peningkatan kompetensi komunikasi persuasif dan negosiasi bagi personel, penggunaan dashboard pemantauan digital situasi lapangan secara real time, serta pelaksanaan simulasi terpadu bersama pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan stakeholder terkait.

Dengan pendekatan ini, dialog dan solusi damai menjadi langkah pertama Brimob dalam menyikapi aksi massa, bukan menghadirkan barisan tameng atau kendaraan taktis.

Komandan Batalyon B Pelopor Satbrimob Polda Sumsel sekaligus penggagas inovasi ini, Andiyano, SKM., MH, menegaskan bahwa program tersebut bukan sekadar perubahan taktik, melainkan pembangunan budaya baru dalam tubuh Brimob.

“Kami ingin kehadiran Brimob dipahami sebagai pelindung masyarakat, bukan sebagai ancaman. Ketika masyarakat turun ke jalan, itu berarti ada kebutuhan komunikasi yang belum tersampaikan. Pendekatan humanis bukan kelemahan, justru itu bentuk tertinggi profesionalisme,” ujarnya, Jumat (28/11/2025).

Andiyano menambahkan bahwa keberhasilan penanganan aksi massa kini diukur dari bagaimana aspirasi masyarakat dapat tersampaikan tanpa harus mengorbankan hak publik lainnya.

“Jika ada unjuk rasa yang akhirnya tidak perlu menutup jalan negara karena komunikasi berjalan baik, itu keberhasilan. Jika aksi berlangsung damai tanpa gesekan, itu bukan kebetulan, itu hasil tata kelola yang benar,” tegasnya.

Saat ini, program inovatif tersebut memasuki tahap penguatan implementasi sebagai pilot project, dan berpotensi direplikasi secara nasional melalui mekanisme kebijakan berjenjang. Harapannya, pola baru ini dapat menjadi rujukan nasional bagi model kepolisian modern yang demokratis dan akuntabel.

Dengan terobosan ini, Brimob Polda Sumatera Selatan menegaskan posisi mereka bukan hanya sebagai penjaga keamanan, tetapi juga sebagai bagian dari pembangunan peradaban demokrasi yang matang—hadir tidak sekadar dengan senjata dan barikade, tetapi membawa logika dialog, empati, dan komitmen pelayanan publik.
(**).

Komentar