Muratara, Muratarabicara.com -Dugaan pengurangan nilai CAT peserta Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) terus menuai polemik dan sorotan dari masyarakat.
Terbaru sorotan tersebut datang dari Ketua Komisi I DPRD Muratara, bidang pendidikan, Hermansyah Syamsiar.
Dia mempertanyakan formulasi landasan memberi nilai CAT PPPK tahun 2023 Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara). Bahkan saat ini terus menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat.
” saya masih mempelajari kebenaran proseduralnya, karena baru sebatas banyak yang chat melalui WA pribadi, ada juga yang mengancam akan melakukan demonstrasi dan informasi berita viral di medsos Fb dan belum ada pengaduan khusus yang merasa dirugikan atau dizholimi. Kalau memang benar issue diskriminatif ini terkait prosedural nilai kompetensi murni dan teknis CAT PPPK dan telah terjadi malladministrasi penyalahgunaan wewenang yg Diskriminatif” katanya, kepada awak media.
Dijelaskannya setelah dipelajari sementara indikasi untuk yang sertifikasi saja mereka masih dirugikan apa lagi yg tidak sertifikasi yang nilai perilaku hanya 50 x 30% = 15
“Sepengetahuan saya dan informasi yang didapatkan, sedangkan di kabupaten lain
Jika nilai CAT 320 yang sertifikasi langsung jadi 450 tanpa persentase lagi jadi nilai bertambah bukan berkurang. Maka menjadi pertanyaaan formulasi landasan memberi nilai di Muratara dalam pengamatan perilaku profesionalisme kinerja.
“Seharusnya penilaian perilaku diperuntukan yang sertifikasi saja bukan seluruhnya dan nilainya digenapkan 450 bukan dipersentasikan 30%,”Ungkapnya.
Politisi PKS ini meminta kepada stakeholder pemangku kewenangan terkait, sebagai wujud dari akuntabilitas dan transparansi segera klarifikasi kepada publik dan khusus yang bersangkutan yang merasa dirugikan.
“Sampai saat ini saya masi berpikir positif dan husnuzon, mungkin ada kekeliruan secara manusia dan segera dapat diselesaikan dan mencari solusi. Walaupun kejanggalan kejanggalan itu semerbak bau nya dan tidak dapat dibiar begitu saja.” Katanya.
Menurut nya, ini Maladministrasi merupakan perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam proses administrasi pelayanan publik. Mall administrasi ada berbagai macam seperti penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum, tindakan diskriminatif, permintaan imbalan, dan lainnya
“Secara moralitas ini tidak dibenarkan, tindakan diskriminatif menghilangkan hak orang lain, ini perbuatan zolim.” Ucapnya.
Maladministrasi menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, diartikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum. (**)
Komentar